Hari ini saya menyalami kejadian yang sangat menyayat batin.
Pagi tadi saya Menemukan lembaran Al-Quran jadi bungkus nasi yang saya makan. Masya Allah, sungguh sangat memilukan bagi saya.
Pagi tadi saya Menemukan lembaran Al-Quran jadi bungkus nasi yang saya makan. Masya Allah, sungguh sangat memilukan bagi saya.
"Ini
bukan semata-mata soal pendeta yang membakar Al-Quran, ini bukan
semata-mata soal pelecehan terhadap institusi agamamu, ini bukan
semata-mata soal permulaan dari sebuah peperangan antar-agama, ini
semua tentang kau yang selama ini menyia-nyiakan Al-Quran, tentang kau
yang secara laten dan sistematis menyiapkan api dan bensin dari
perilaku burukmu untuk menunggu Al-Quran dibakar lidah waktu yang
meminjam tangan orang-orang yang membenci agamamu! Mereka tak akan
berani membakar Al-Quran, kitab sucimu itu, kalau saja selama ini kau
sanggup menunjukkan nilai-nilai agung yang dibawa Nabimu, nilai-nilai
kebaikan yang termaktub dalam teks suci kitab yang difirmankan Tuhanmu!
Maka bila kau tak sanggup menggemakan Quran amanat nabimu ke segala
penjuru, tak sanggup menerima cahayanya dengan hatimu, bakarlah
Al-Quranmu!”
Lalu seketika terbayang,
Al-Quran yang teronggok sia-sia di rak-rak buku tak terbaca, Al-Quran
yang diletakkan di paling bawah tumpukkan buku-buku dan majalah,
Al-Quran yang kesepian tak tersentuh di masjid dan langgar-langgar,
Al-Quran yang tak terbaca dan (di)sia-sia(kan)!
Saya
menangis; memanggil kembali hapalan yang entah hilang kemana, mengeja
kembali satu-satu alif-ba-ta yang semakin asing dari kosakata hidup
saya. Saya melacaknya dalam ingatan saya yang terlanjur dijejali
kebohongan, kebebalan, penipuan, dan pengkhiatan-pengkhiantan. Di
manakah Al-Quran dalam diri saya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar